Tari Laweut adalah tari yang berasal dari Aceh. Laweut berasal dari kata Selawat, sanjungan yang ditujukan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Sebelum sebutan laweut dipakai, pertama sekali disebut Akoon (Seudati Inong). Laweut ditetapkan namanya pada Pekan Kebudayaan Aceh II (PKA II). Tarian ini berasal dari Pidie dan telah berkembang di seluruh Aceh.
Gerak tari ini, yaitu penari dari arah kiri atas dan kanan atas dengan jalan gerakan barisan memasuki pentas dan langsung membuat komposisi berbanjar satu, menghadap penonton, memberi salam hormat dengan mengangkat kedua belah tangan sebatas dada, kemudian mulai melakukan gerakan-gerakan tarian.
Tari Likok Pulo adalah tari yang berasal dari
Aceh. Tarian ini lahir sekitar tahun
1849, diciptakan oleh seorang
ulama tua berasal dari
Arab yang hanyut di laut dan terdampar di
Pulo Aceh. Tari ini diadakan sesudah menanam
padi atau sesudah panen padi, biasanya pertunjukan dilangsungkan pada malam hari bahkan jika tarian dipertandingkan dapat berjalan semalam suntuk sampai pagi. Tarian dimainkan dengan posisi duduk bersimpuh, berbanjar, atau bahu membahu.
Seorang pemain utama yang disebut
cèh berada di tengah-tengah pemain. Dua orang penabuh
rapa'i berada di belakang atau sisi kiri dan kanan pemain. Sedangkan gerak tari hanya memfungsikan anggota tubuh bagian atas,
badan,
tangan, dan
kepala. Gerakan tari pada prinsipnya ialah gerakan oleh
tubuh, keterampilan, keseragaman atau kesetaraan dengan memfungsikan tangan sama-sama ke depan, ke samping kiri atau kanan, ke atas, dan melingkar dari depan ke belakang, dengan tempo mula lambat hingga cepat.
Tari Pho adalah tari yang berasal dari
Aceh. Perkataan Pho berasal dari kata peubae, peubae artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan penghormatan dari rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah. Bila raja yang sudah almarhum disebut Po Teumeureuhom.
Tarian ini dibawakan oleh para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya agama
Islam, tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.
Tari Ratéb Meuseukat merupakan salah satu tarian
Aceh yang berasal dari
Aceh. Nama Ratéb Meuseukat berasal dari
bahasa Arab yaitu
ratéb asal kata
ratib artinya ibadat dan
meuseukat asal kata
sakat yang berarti diam.
Diberitakan bahwa tari Ratéb Meuseukat ini diciptakan gerak dan gayanya oleh anak Teungku Abdurrahim alias Habib Seunagan (
Nagan Raya), sedangkan
syair atau
ratéb-nya diciptakan oleh Teungku Chik di Kala, seorang ulama di
Seunagan, yang hidup pada abad ke XIX. Isi dan kandungan syairnya terdiri dari sanjungan dan puji-pujian kepada
Allah dan sanjungan kepada
Nabi, dimainkan oleh sejumlah
perempuan dengan
pakaian adat Aceh. Tari ini banyak berkembang di Meudang Ara Rumoh Baro di kabupaten
Aceh Barat Daya.
Pada mulanya Ratéb Meuseukat dimainkan sesudah selesai mengaji pelajaran
agama malam hari, dan juga hal ini tidak terlepas sebagai media
dakwah. Permainannya dilakukan dalam posisi duduk dan berdiri. Pada akhirnya juga permainan Ratéb Meuseukat itu dipertunjukkan juga pada upacara agama dan hari-hari besar, upacara perkawinan dan lain-lainnya yang tidak bertentangan dengan agama.
Saat ini, tari ini merupakan tari yang paling terkenal di
Indonesia. Hal ini dikarenakan keindahan, kedinamisan dan kecepatan gerakannya. Tari ini sangat sering disalahartikan sebagai
tari Saman milik
suku Gayo. Padahal antara kedua tari ini terdapat perbedaan yang sangat jelas. Perbedaan utama antara tari Ratéb Meuseukat dengan tari Saman ada 3 yaitu, pertama tari Saman menggunakan
bahasa Gayo, sedangkan tari Ratéb Meuseukat menggunakan
bahasa Aceh. Kedua, tari Saman dibawakan oleh laki-laki, sedangkan tari Ratéb Meuseukat dibawakan oleh perempuan. Ketiga, tari Saman tidak diiringi oleh alat
musik, sedangkan tari Ratéb Meuseukat diiringi oleh alat musik, yaitu
rapa’i dan
geundrang.
Keterkenalan tarian ini seperti saat ini tidak lepas dari peran salah seorang tokoh yang memperkenalkan tarian ini di
pulau Jawa yaitu
Marzuki Hasan atau biasa disapa Pak Uki.
Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi
Aceh.
Seudati berasal dari kata
Syahadat, yang berarti saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain
Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah.
Tarian ini juga termasuk kategori
Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan
Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.