Selasa, 05 Februari 2013

Tarian Tradisional Suku Gayo


Tari Saman

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo (Gayo Lues) yang biasa ditampilkan
untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman
mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian
ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran
Nabi Muhammad SAWDalam beberapa
literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan
dan dikembangkan oleh Syekh Saman,
seorang ulama yang berasal dari
Gayo di Aceh Tenggara.Tari Saman ditetapkan
UNESCOsebagai Daftar Representatif Budaya
Takbenda Warisan Manusia dalam Sidang ke-6
Komite Antar-Pemerintah
untuk Pelindungan Warisan BudayaTak benda UNESCO di Bali, 24 November 2011.

Tari Bines

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tari Bines merupakan tarian tradisional yang berasal dari kabupaten Gayo Lues.
Tarian ini muncul dan berkembang di Aceh Tengah namun
kemudian dibawa ke Aceh TimurMenurut sejarah tarian ini diperkenalkan
oleh seorang ulama bernama Syech Saman dalam rangka berdakwah.
Tari ini ditarikan oleh para wanita dengan cara duduk berjajar sambil
menyanyikan syair yang berisikan dakwah atau informasi pembangunan.
Para penari melakukan gerakan dengan perlahan kemudian berangsur-angsur
menjadi cepat dan akhirnya berhenti seketika secara serentak.
Tari ini juga merupakan bagian dari Tari Saman saat penampilannya. Hal yang menarik
dari tari Bines adalah beberapa saat mereka diberi uang oleh pemuda dari desa
undangan dengan menaruhnya diatas kepala perempuan yang menari.

Didong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Tari Didong)
Didong adalah sebuah kesenian rakyat Gayo yang memadukan
unsur tarivokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII.
Kesenian ini diperkenalkan pertama kali oleh Abdul Kadir To`et.
Kesenian didong lebih digemari oleh masyarakatTakengon dan Bener Meriah.







Tari Guel
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tari Guel adalah salah satu khasanah budaya Gayo di NAD. Guel berarti membunyikan.
Khususnya di daerah dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik.
Para peneliti dan koreografer tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekedar tari.
Dia merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri.
Dalam perkembangannya,
tari Guel timbul tenggelam, namun Guel
menjadi tari tradisi terutama dalam
upacara adat tertentu. Guel sepenuhnya
apresiasi terhadap wujud alam,
lingkkungan kemudian dirangkai begitu rupa
melalui gerak simbolis dan hentakan irama.
Tari ini adalah media informatif. Kekompakan
dalam padu padan antara seni satra,
musik/suara, gerak memungkinkan
untuk dikembangkan (kolaborasi) sesuai
dengan semangat zaman,
dan perubahan pola pikir masyarakat setempat.
Guel tentu punya filosofi
berdasarkan sejarah kelahirannya.
Maka rentang 90-an tarian ini menjadi objek penelitian
sejumlah surveyor dalam dan luar negeri.
Pemda Daerah Istimewa Aceh ketika itu juga menerjunkan

sejumlah tim dibawah koodinasi Depdikbud (dinas pendidikan dan kebudayaan),
dan tersebutlah nama Drs Asli Kesuma, Mursalan Ardy, Drs Abdrrahman Moese,
dan Ibrahim Kadir yang terjun melakukan survey yang kemudian dirasa sangat berguna
bagi generasi muda, seniman, budayawan untuk menemukan suatu deskripsi
yang hampir sempurna tentang tari guel. Sebagian hasil penelitian ini yang
saya coba kemukakan, apalagi memang dokumen/literatur tarian ini sedikit bisa didapatkan.